Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja,
perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hak asasi yang
harus dipenuhi oleh suatu perusahaan. Dan penerapanya tidak boleh dianggap
sebagai upaya pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang
menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai
bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada
masa yang akan datang.
Aspek - aspek Legal Penyelenggaraan K3
a. a. Norma
Keselamatan Kerja
Norma
keselamatan kerja Merupakan sarana
atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang
disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Konsep
ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya
cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan
tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan
hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja
b. b. Norma Kesehatan Kerja
Norma Kesehatan Kerja diharapkan
menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan
tenaga kerja setinggi-tingginya.
K3
dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja (PAK),
misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan
lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan
pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat
sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain
c. c. Norma Kerja
Norma Kerja Merupakan norma
yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan dan sistem manajemen perusahaan.
K3
dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja
wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan
lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat
terhadap peristiwa kecelakaan kerja
PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN KERJA
1. Faktor Manusia
Umur
Umur
harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental,
kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur oleh
Undang-Undang Perburuhan yaitu Undang-Undang tanggal 6 Januari 1951 No.1 Pasal
1 (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:48). Karyawan muda umumnya mempunyai fisik yang
lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab,
cenderung absensi, dan turnover-nya rendah (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:54).
Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti penglihatan,
pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih.
Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari
akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua terhadap
terjadinya kecelakaan masih terus ditelaah. Namun begitu terdapat kecenderungan
bahwa beberapa jenis kecelakaan kerja seperti terjatuh
lebih sering terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari pada tenaga
kerja berusia sedang atau muda. 22 Juga angka beratnya kecelakaan rata-rata
lebih meningkat mengikuti pertambahan usia ( Suma’mur PK., 1989:305 ).
Jenis Kelamin
Jenis
pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja secara
sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang
diterima orang, sehingga penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita lebih
banyak daripada pria (Juli Soemirat, 2000:57). Secara anatomis, fisiologis, dan
psikologis tubuh wanita dan pria memiliki perbedaan sehingga dibutuhkan
penyesuaian-penyesuaian dalam beban dan kebijakan kerja, diantaranya yaitu
hamil dan haid. Dua peristiwa alami wanita itu memerlukan penyesuaian kebijakan
yang khusus.
Masa kerja
Masa
kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu
tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif.
Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja
personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan
memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul
kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang
bersifat monoton atau berulang-ulang. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga
yaitu: 1. Masa Kerja baru : < 6 tahun 2. Masa Kerja sedang : 6 – 10 tahun 3.
Masa Kerja lama : < 10 tahun (MA. Tulus, 1992:121).
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan alat pelindung diri yaitu penggunaan seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk
melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau
kecelakaan kerja. APD tidak secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi
akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Penggunaan alat
pelindung diri dapat mencegah kecelakaan kerja sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan, sikap dan praktek pekerja dalam penggunaan alat pelindung diri.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan
adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk
tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni
orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal
(Achmad Munib, dkk., 2004:33). Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka mereka cenderung untuk menghindari potensi
bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Perilaku
Variabel
perilaku adalah salah satu di antara faktor individual yang mempengaruhi tingkat kecelakaan. Sikap terhadap
kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa menjadi hal yang
penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja
yang ceroboh dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena ketidakpedulian
karyawan. Pada satu waktu, pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya dianggap
memiliki tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Namun demikian, asumsi ini
telah dipertanyakan selama beberapa tahun terakhir. Meskipun kepribadian, sikap
karyawan, dan karakteristik individual karyawan tampaknya berpengaruh pada
kecelakaan kerja, namun hubungan sebab akibat masih sulit dipastikan.
Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelatihan
adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu
yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek
daripada teori, dalam hal ini yang dimaksud adalah pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja.
Timbulnya kecelakaan bekerja biasanya sebagai akibat atas kelalaian tenaga
kerja atau perusahaan. Adapun kerusakan-kerusakan yang timbul, misalnya kerusakan
mesin atau kerusakan produk, sering tidak diharapkan perusahaan maupun tenaga
kerja. Namun tidak mudah menghindari kemungkinan timbulnya risiko kecelakaan
dan kerusakan. Apabila sering timbul hal tersebut, tindakan yang paling tepat
dan harus dilakukakan manajemen tenaga kerja adalah melakukan pelatihan.
Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan terhadap alat-alat
kerja dapat ditingkatkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah
mengurangi timbulnya kecelakaan kerja, kerusakan, dan peningkatan pemeliharaan
terhadap alat-alat kerja.
Peraturan K3
Peraturan
perundangan adalah ketentuan-ketentuan yang mewajibkan mengenai kondisi kerja
pada umumnya, perencanaan, kontruksi, perawatan dan pemeliharaan,
pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha
dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan perawatan medis. Ada tidaknya
peraturan K3 sangat berpengaruh dengan kejadian kecelakaan kerja. Untuk itu,
sebaiknya peraturan dibuat dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk
mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan
2. Faktor Lingkungan
Kebisingan
Bising
adalah suara/bunyi yang tidak diinginkan . Kebisingan pada tenaga kerja dapat
mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi/percakapan antar
pekerja, mengurangi konsentrasi, menurunkan daya dengar dan tuli akibat
kebisingan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999
tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, Intensitas kebisingan
yang dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja (Tabel 3).
Suhu Udara
Dari
suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan
mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C- 27°C. Suhu
dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot.
Suhu panas terutama berakibat menurunkan prestasi kerja pekerja, mengurangi
kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,
mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan
motoris, serta memudahkan untuk dirangsang.
Sedangkan
menurut Grandjean dkondisi panas sekeliling yang berlebih akan mengakibatkan
rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka
kesalahan kerja. Hal ini akan menurunkan daya kreasi tubuh manusia untuk
menghasilkan panas dengan jumlah yang sangat sedikit.
Penerangan
Penerangan
ditempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di
tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di sekitar
yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari
kecelakaan yang mungkin terjadi.
Penerangan
yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakan secara jelas,
cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Penerangan adalah penting sebagai
suatu faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikan
mengenai hubungan antara produksi dan penerangan telah memperlihatkan bahwa
penerangan yang cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan yang harus
dilakukan secara tidak langsung dapat mengurangi banyaknya kecelakaan. Faktor
penerangan yang berperan pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya langsung
pantulan benda mengkilap dan bayang-bayang gelap (ILO, 1989:101). Selain itu
pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata.
Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan
mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan kecelakaan
(Depnaker RI, 1996:45).
Lantai licin
Lantai
dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tanah air dan bahan kimia yang merusak (Bennet NB. Silalahi,
1995:228). Karena lantai licin akibat tumpahan air, tahan minyak atau oli berpotensi besar terhadap
terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset.
3. Faktor Peralatan
Kondisi mesin
Dengan
mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan. Selain
itu, beban kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat lebih berarti.
Apabila keadaan mesin rusak, dan tidak segera diantisipasi dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja. 2.1.7.3.2 Ketersediaan alat pengaman mesin Mesin
dan alat mekanik terutama diamankan dengan pemasangan pagar dan perlengkapan
pengamanan mesin ata disebut pengaman mesin. Dapat ditekannya angka kecelakaan
kerja oleh mesin adalah akibat dari secara meluasnya dipergunakan pengaman
tersebut. Penerapan tersebut adalah pencerminan kewajiban perundang-undangan,
pengertian dari pihak yang bersangkutan, dan sebagainya.
Letak mesin
Terdapat
hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia dalam
hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah sebagai pengendali
jalannya mesin tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup aman dan efisien
untuk melakukan pekerjaan dan mudah (AM. Sugeng Budiono, 2003:65). Termasuk
juga dalam tata letak dalam menempatkan posisi mesin. Semakin jauh letak mesin
dengan pekerja, maka potensi bahaya yang menyebabkan kecelakaan akan lebih
kecil. Sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan yang mungkin terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar